My Blogs

Menggapai Ilmu Setinggi Langit...



       Pada awalnya para pakar manajemen menganggap bahwa semua konflik adalah negatif. Pandangan ini merupakan pandangan tradisional, yang kemudian secara perlahan bergeser dan berangsur-angsur, menempatkan konflik sebagai sesuatu yang wajar dan diterima keberadaannya. Bahwa konflik adalah sesuatu yang alamiah, yang tidak dapat ditolak kehadirannya. Justru dengan menegakkan manajemen konflik yang baik, konflik dapat dimanfaatkan untuk memacu kinerja organisasi. Konflik tidak hanya diterima, tapi merupakan kebutuhan mutlak dalam upaya pencapaian efektivitas organisasi. beberapa penelitian yang dilakukan menyebutkan, bahwa kehadiran konflik dalam kelompok kerja, cenderung meningkatkan produktivitas dan kualitas keputusan yang diambil. Konflik sampai derajat tertentu, juga diidentifikasi, sebagai salah satu elemen dalam meningkatkan kualitas pola pemecahan masalah dalam kelompok kerja. Kehadiran konflik untuk memicu kinerja, berkaitan erat dengan konformitas. Dalam kelompok yang mempunyai konformitas terlampau tinggi, inisiatif individu menjadi terpasung, karena keengganan untuk berbeda pendapat dengan orang lain, di kelompoknya dan juga dengan kelompok lain.

      Tidak dipungkiri sebagian konflik dapat memporakporandakan bangunan organisasi yang dibangun dengan susah payah. Penciptaan konflik harus berada dalam derajat pengendalian organisasi.  Jadi, walaupun kita setuju konflik memang tidak dapat dihindari dan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan organisasi, tapi harus hati-hati. Dalam organisasi kecil, keter-libatan personal antar anggota organisasi sangat tinggi. Mereka satu sama lain sering bertemu secara face to face, dan terdapat kedekatan personal dan emosional. Sehingga, dalam menghadapi konflik, unsur subyektivitasnya sangat tinggi, yang diiringi pula dengan keterlibatan emosional yang tinggi. Konflik menjadi tidak obyektif, melahirkan situasi win-lose dengan penggunaan power untuk meraih kemenangan. Bukan menghasilkan kompetisi, tetapi konkurensi. Bukan menghasilkan solusi, tapi menimbulkan destruksi. Semangat kerja sama dalam organisasi pun berada di ujung tanduk.
Ada 2 macam konflik dalam manajemen yaitu :

1. Konflik fungsional, yaitu konflik yang justru memberikan dukungan peningkatan kinerja organisasi, antara lain melalui peningkatan produktivitas, kualitas pengambilan keputusan, efektivitas pemecahan masalah, kreativitas dan inovasi. Di samping itu, konflik fungsional menciptakan lingkungan kerja yang mendorong adanya pengembangan diri, evaluasi diri, dan mendukung adanya dinamika organisasi.

2. Konflik disfungsional memberikan pengaruh destruksi bagi organisasi, baik dalam bentuk   menurunnya motivasi dan moral anggota kelompok kerja, hilangnya rasa kebersamaan atau kesatuan, maupun menurunnya produktivitas organisasi secara keseluruhan.


      Proses konflik disfungsional diawali dengan munculnya bibit konflik. Para pemimpin kelompok, baik informal dan formal, bertanggung jawab untuk dapat mengidentifikasi sumber dan tipe bibit-bibit konflik secara dini. Menganalisa apa akibat yang liarus ditanggung, apabila konflik terjadi. Dan mengidentifikasi kekuatan-kekuatan, yang mempengaruhi pertumbuhan atau kematian bibit-bibit konflik tersebut. Hal ini diperlukan untuk dapat menentukan langkah preventif secara tepat. Apabila tahap pertama tidak dapat diatasi, dan kekuatan bibit konflik meningkat, anggota organisasi akan semakin siaga terhadap kehadiran bibit konflik, dan mencetak persepsi para anggota organisasi terhadap bibit tersebut, bahkan tidak tertutup kemungkinan terciptanya dampak emosional.


      Bibit konflik akan menjadi lebih nyata kehadirannya dalam organisasi, apabila kondisi tersebut tidak dengan cepat dapat ditanggulangi. Akibatnya, anggota organisasi cenderung untuk mulai bersiap-siap dan menentukan bagaimana sikap dan tindakan yang akan dilakukan apabila konflik benar-benar muncul ke permukaan. Kondisi "api dalam sekam" ini harus segera ditanggulangi. Apabila kondisi ini tidak tertanggulangi, konflik mewujudkan diri dalam bentuk yang benar-benar nyata, melalui pernyataan, tingkah laku maupun reaksi antara pihak-pihak yang bertentangan.


       Apabila konflik sudah benar-benar meluas, harus dilakukan resolusi konflik. Beberapa jurus yang dapat diterapkan. Misalnya, usaha penyelesaian masalah melalui pertemuan tatap-muka dengan pihak yang bertentangan, memberikan target yang hanya dapat dicapai dengan kerja sama, menghindari konflik dengan meningkatkan sumber daya yang menjadi sumber pertentangan, dan berbagai pendekatan yang berfokus pada human variable untuk mengubah sikap dan perilaku.

Sumber : google.com, cbn.net.id, wikipedia.com











0 komentar:

Posting Komentar

IP Address Anda

Pengikut

Komentar Anda


ShoutMix chat widget

About this blog

Download Film Gratisss...